Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Memuaskan Suami Bagi Istri yang Sedang Haid Dalam Islam

    

Banyak dari seorang istri yang seringkali bingung ketika suami ‘meminta’ kepadanya, padahal dirinya sedang haid, untuk bisa memenuhi hak suaminya tersebut. Sementara itu, menurut Islam, ternyata banyak sekali cara untuk memuaskan suami sekalipun istri sedang haid. Pada zaman dahulu, orang yahudi, disampaikan Anas Bin Malik menceritakan seperti ini:


أن اليهود كانوا إذا حاضت المرأة فيهم لم يؤاكلوها ولم يجامعوهن في البيوت فسأل الصحابة النبي صلى الله عليه وسلم فأنزل الله تعالى : ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض…


Sesungguhnya orang yahudi, ketika istri mereka mengalami haid, mereka tidak mau makan bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama istrinya dalam satu rumah.


Setelah mendengar itu, Para sahabat Rasul bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelahnya Allah SWT menurunkan ayat, yang artinya:


“Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid itu kotoran, karena itu hindari wanita di bagian tempat keluarnya darah haid…” (Surat Al-Baqoroh).


Berdasarkan dalil di atas, pada dasarnya seorang suami boleh melakukan apapun kepada sang istri sekalipun sedang haid,. Namun perlu digaris bawahi, apapun, selain yang Allah SWT larang dalam Al-quran, yaitu melakukan hubungan intim.


Nah bagaimana cara-cara istri memuaskan suami ketika sedang haid? Simak selengkapnya disini.


1. Interaksi Hubungan Intim


interaksi dalam bentuk hubungan intim ketika istri sedang haid, adalah haram hukumnya. dengan kesepakatan berbagai ulama, berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ


Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)


Sesuai dalil diatas, orang yang melanggar ini akan mendapat dosa yang besar.


2. Bemesraan dan bercumbu


Hukumnya halal bagi mereka (pasangan suami istri) yang bermesraan dan bercumbu satu sama lain di daerah antara pusar sampai lutut istri ketika haid. Berdasarkan Riwayat Aisyah Radhiyallahu anhu, yang menceritakan:


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حِضْتُ يَأْمُرُنِي أَنْ أَتَّزِرَ، ثُمَّ يُبَاشِرُنِي


Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku. (HR. Ahmad 25563, Turmudzi 132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).


Pendapat lainnya juga disampaikan oleh Maimunah radhiyallahu ‘anha,


كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَاشِرُ نِسَاءَهُ فَوْقَ الْإِزَارِ وَهُنَّ حُيَّضٌ


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercumbu dengan istrinya di daerah di atas sarung, ketika mereka sedang haid. (HR. Muslim 294)


3. Oral/Anal Seks


interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu di semua tubuh istri menggunakan lidah. Interaksi ini diperselisihkan ulama.


 Imam Abu Hanifah, Malik, dan As-Syafii : perbuatan ini hukumnya haram. Dalil yang menguatkan adalah praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan oleh A’isyah dan Maimunah.

Imam Ahmad, dan beberapa ulama hanafiyah, malikiyah dan syafiiyah: dibolehkan. Dan pendapat inilah yang dikuatkan An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (3/205).

Diantara dalil yang mendukung pendapat kedua:


a. Firman Allah


وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ


“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari Al-Mahidh..”


Ibn Utsaimin mengatakan,


Makna Al-Mahidh mencakup masa haid atau tempat keluarnya haid. Dan tempat keluarnya haid adalah kamaluan. Selama masa haid, melakukan hubungan intim hukumnya haram. (As-Syarhul Mumthi’, 1/477)


Ibn Qudamah mengatakan,


فتخصيصه موضع الدم بالاعتزال دليل على إباحته فيما عداه


Ketika Allah hanya memerintahkan untuk menjauhi tempat keluarnya darah, ini dalil bahwa selain itu, hukumnya boleh. (Al-Mughni, 1/243)


b. Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika sahabat bertanya tentang istri mereka pada saat haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ


“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim 302).


Ketika menjelaskan hadis ini, At-Thibi mengatakan,


إِنَّ الْمُرَادَ بِالنِّكَاحِ الْجِمَاعُ


“Makna kata ‘nikah’ dalam hadis ini adalah hubungan intim.” (Aunul ma’bud, 1/302)


Hubungan intim disebut dengan nikah, karena nikah merupakan sebab utama dihalalkannya hunungan intim.


c. Disebutkan dalam riwayat lain, bahwa terkadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan praktek yang berbeda seperti di atas.


Diriwayatkan dari Ikrimah, dari beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أراد من الحائض شيئا ألقى على فرجها ثوبا


“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak melakukan hubungan intim dengan istrinya yang sedang haid, beliau menyuruhnya untuk memasang pembalut ke kemaluan istrinya.” (HR. Abu Daud 272 dan Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan: Sanadnya kuat).


Demikian penjelasan terkait bagaimana cara memuaskan suami bagi istri yang sedang haid dengan benar dan sesuai syariat Islam. Semoga bermanfaat.


Sumber:Dalamislam.com

Buruan di klik gambarnya